MENELUSURI JEJAK “DAENG” DI KAMPUNG MAKASAR JAKARTA TIMUR (JAKARTA WRITINGTHON FESTIVAL 2019)
MENELUSURI
JEJAK “DAENG” DI KAMPUNG MAKASAR
JAKARTA
TIMUR ( JAKARTA WRITINGTHON FESTIVAL 2019)
Oleh
:
Muhammad
Ruslan Afandi
(Mahasiswa
Universitas Nasional Jakarta)
“Selalu ada yang bisa mengerikan dalam hubungan
kita dengan sejarah. Tapi pada saat yang sama, selalu ada yang membuat sejarah
berharga justru dalam kerapuhan manusia.” Goenawan Mohamad.
Kampung Makasar begitulah penyebutan
nama sebuah kampung tua di Jakarta Timur. Dari penamaannya bisa ditebak jika
wilayah ini dulunya dihuni orang-orang Makassar. Seperti nama wilayah lainnya
di Ibukota Jakarta seperti Kampung Melayu, Kampung Ambon, Manggarai dan
sebagainya. Menjadi pertanyaan besar, bagaimana orang Makassar bisa berafiliasi
dengan orang Betawi sehingga bisa dapat ‘jatah kampung’ di Ibukota Jakarta?
bagaimana pula eksistensinya hingga saat ini?
Asal Mula Kampung Makasar
Menurut sejarawan Belanda, De Haan, pada
masa VOC warga Makassar di bawah pimpinan Daeng Mataru menempati lokasi yang
sangat jauh dari pusat kota dan masih berupa hutan belukar itu. Mereka adalah
bekas tawanan perang yang dibawa ke Batavia setelah Kerajaan Gowa, di bawah
Sultan Hasanuddin, tunduk kepada Kompeni yang dibantu oleh Kerajaan Bone dan
Soppeng. Pada awalnya pendatang dari Sulawesi Selatan datang ke Batavia
diperlakukan sebagai budak belian. Kemudian mereka dijadikan pasukan bantuan
dan dilibatkan
dalam berbagai peperangan yang dilakukan oleh Hindia Belanda. Akhirnya Pada 1673, mereka ditempatkan di sebelah utara
Amanusgracht yang kemudian dikenal dengan Kampung Makasar. Sekarang wilayah
ini merupakan bagian dari Kecamatan Makasar (Kelurahan Makasar dan
kelurahan Kebon Pala) dan Kecamatan Kramat Jati, Kotamadya Jakarta Timur.
Jejak Daeng yang Punah!
Soekarno pernah berkata “Jas Merah (Jangan
Sekali-kali Melupakan Sejarah)”. Tampaknya pernyataan Soekarno tersebut, memang
benar adanya, bahwa sejarah merupakan masa lalu yang tidak atau jangan sampai
dilupakan, karena akan bisa menjadi pelajaran untuk masa sekarang dan untuk
masa yang yang akan datang. Melalui sejarah juga kita bisa belajar khazanah
kehidupan dimasa lampau. Yah! begitulah idealisnya sebuah “sejarah”. Namun
dalam faktanya, banyak juga yang menganggap bahwa masa sekarang adalah lebih
penting dari pada sejarah, sehingga yang ada adalah “melupakan sejarah”, oleh
karena tidak ada manfaat di zaman sekarang ataukah sejarah digerus oleh
perkembangan zaman”.
Suku Makassar merupakan sebuah etnis yang
berada bagian pesisir Selatan pulau Sulawesi. Suku Makassar sejak dahulu
dikenal sebagai suku berjiwa penakluk, gemar berjaya di lautan dan terkenal
dengan jiwa perantauan/pengembala yang kuat. Sehingga tak heran jika Suku
Makassar bisa diketemukan diberbagai wilayah daerah di nusantara ini. Salah
satunya adalah Kampung Makasar yang berada Di Jakarta Timur yang kini jadi nama
sebuah kecamatan, menjadi “saksi sejarah” bagaimana para “daeng” (panggilan
khas suku makassar) bisa berafiliasi dengan orang Betawi sehingga bisa dapat
‘jatah kampung’ di Jakarta Timur.
Menyusuri jejak para “daeng” Makassar di
Kampung Makasar Jakarta Timur sepertinya menggantang asap, sebab jika sekarang
mengunjungi Kampung Makassar Jakarta Timur, hampir tak ada pemukiman khusus
orang Makassar yang menjadi penanda mengapa wilayah ini bernama Kampung
Makassar. Mungkin pernyataan “melupakan sejarah”? atau “sejarah yang tergerus
zaman” sangat sesuai menggambarkan eksistensi jejak para “daeng” Makassar di
Kampung Makasar Jakarta Timur. Betapa tidak bahwa hampir tidak ditemukan ciri
atau karakteristik khas suku Makassar, yang antara lain: tidak ada panggilan
“daeng”, tak ada pula ‘dialeg khusus’ yang menjadi ciri khas orang makassar
seperti akhiran kata ‘ji’, ‘mi’, ‘tonji’ atau kelebihan atau kekurangan huruf
‘g’.
Sebagai seorang bersuku Makasssar, istilah
penamaan wilayah ‘Kampung Makasar’ di Jakarta ini sebuah jejak sejarah yang "punah”,
sebab selain karena tidak ditemukan ciri atau karakteristik khas makassar
tetapi juga minimnya informasi tentang peradaban suku Makassar di Kampung
Makasar. Satu-satunya penanda yang dikira-kira bisa menjadi awal mula nama
wilayah ini adalah keberadaan makam tua di Kramat Jati, wilayah yang dulunya
pemekaran dari Kecamatan Kampung Makasar. Makam itu konon pesohor asal Makassar
Sulawesi Selatan, namanya Dato’ Tonggara.
Miris!, perkataan yang bisa mewakili eksistensi
jejak para “daeng” Makassar di Kampung Makasar Jakarta Timur yang punah ditelan
atau digerus zaman. Hilangnya bukti peradaban “daeng” yang dibawa ke Batavia di
bawah pimpinan Sultan Hasanuddin, yang dijadikan pasukan bantuan dan dilibatkan dalam
berbagai peperangan melawan Belanda. Hilangnya ciri
atau karakteristik khas makassar yang menjadi penanda mengapa wilayah ini
bernama Kampung Makasar.
Sejarah dan perkembangan zaman bagai sisi
dua mata uang, disatu sisi bahwa perkembangan zaman memang tidak bisa
dihindari, tetapi disisi lain sejarah pun seharusnya tidak boleh hilang atau
bahkan dilupakan. Eksistensi jejak para “daeng” Makassar di Kampung Makasar
Jakarta Timur merupakan kisah sejarah yang mestinya tidak boleh hilang oleh
perkembangan zaman. Namun setidaknya kita masih berlegah hati dengan penamaan
“Kampung Makasar” menjadi saksi sejarah peradaban para “daeng” di Ibukota
Jakarta, sehingga besar harapan akan dikenang sampai kapanpun, dimanapun, dan
oleh siapapun.