Perjanjian Internasional dan Reservasi



Perjanjian Internasional dan Reservasi
Oleh:
Muh Ruslan Afandy
(Mahasiswa Fakultas Hukum UNHAS Makassar)

Perjanjian Internasional merupakan salah satu instrumen berdirnya suatu hubungan antar negara. Perjanjian internasional digunakan sebagai media atau alat untuk mengikatkan diri sebagai negara berdaulat. Dalam perjanjian Internasional dikenal berbagai macam istilah untuk menyebutkan sebuah perjanjian atau kesepakatan antar negara (Internasional) seperti konvensi (convention), protokol (protocol) dan lain sebagainya yang memiliki akibat hukum yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Berbagai bentuk  perjanjian-perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral yang digunakan oleh beberapa badan di bawah PBB seperti di bidang Nikel, Tembaga dan Timah (secara berturut-turut diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 61, 62 dan 63 Tahun 1989). Pengaturan (Arrangement) : sejenis dengan MoU yang merupakan peraturan atau perjanjian pelaksana Persetujuan Payung.  Pengaturan ini bersifat teknis dan biasanya berlaku sejak penandatanganan.  Pihak dari Pengaturan biasanya instansi teknis tertentu.  Perjanjian semacam ini hanya mengikat para pihak yang menandatangani perjanjian.  Istilah Pengaturan ini jarang digunakan pada perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah atau instansi pemerintah.  Perbedaannya dengan MoU adlaah bahwa Pengaturan lebih merupakan pelaksanaan atau pengaturan lebih lanjut pasal tertentu dari suatu perjanjian payung.     
Jadi dalam konteks hukum internasional, perjanjian internasional dapat diartikan, peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh salah satu kelompok negara atau organisasi dunia, namun ditaati oleh negara-negara dunia karena mereka memiliki kepentingan yang sama dan yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum.
Reservasi adalah suatu tindakan untuk memungkinkan perjanjian multilateral memperoleh peserta yang luas. Adanya kedaulatan yang dimiliki Negara Ide dasar Reservasi. Untuk memungkinkan perjanjian multilateral memperoleh peserta yang luas.Adanya kedaulatan yang dimiliki Negara. Perumusan Reservasi (pasal 19 Konvensi wina). Suatu Negara pada waktu melakukan penandatangan, ratifikasi, menerima, mengesahkan atau aksesi terhadap suatu perjanjian boleh mengajukan reservasi kecuali jika : Reservasi itu dilarang oleh perjanjian Perjanjian itu sendiri menyatakan bahwa hanya reservasi-reservasi tertentu yang tidak termasuk reservasi yang dipersoalkan, boleh diajukan dalam hal tidak termasuk di dalam sub paragraph (a) dan (b), maka reservasi itu bertentangan dengan tujuan dan maksud perjanjian Pasal 20 Konvensi Wina 1969. Reservasi yg diizinkan oleh perjanjian tidak memerlukan penerimaan oleh negara peserta lainnyaJika penerapan perjanjian secara keseluruhan sebagai syarat utama untuk terikat oleh perjanjian maka reservasi memerlukan penerimaan seluruh peserta perjanjianJika perjanjian merupakan instrumen konstitusi organisasi internasional maka reservasi memerlukan penerimaan dari organ kompeten organisasi tersebut. Reservasi dapat dilakukan dengan tidak memerlukan persetujuan negara peserta lainnya Perlu persetujuan dari, semua negara peserta organ yang kompeten dari organisasi internasional.

1. Nomenklatur dan Jenis-Jenis Perjanjian Internasional
Dalam Perjanjian Internasional dikenal berbagai macam istilah untuk menyebutkan sebuah perjanjian atau kesepakatan antar negara (Internasional) seperti konvensi (convention), protokol (protocol) dan lain sebagainya yang memiliki akibat hukum yang berbeda antara satu dengan yang lain. Berikut akan dijelaskan secara singkat beberapa istilah yang sering digunakan dalam perjanjian internasional. Antara lain:
1.      Treaties (Traktat)
Treaties (traktat) adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang mencakup seluruh instrumen yang dibuat oleh subyek hukum internasional dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat ,menurut hukum internasional. Suatu traktat untuk dapat menjadi sumber hukum formil harus disetujui oleh DPR terlebih dahulu, kemudian baru diratifikasi oleh Presiden, dan setelah itu baru berlaku mengikat terhadap negara peserta dan warga negaranya. Atau dengan kata lain untuk menjadi sumber hukum formil traktat harus melalui prosedur sebagai berikut:
1.      Tahap pertama penetapan isi perjanjian oleh para wakil negara peserta yang bersangkutan.
2.      Tahap ke dua persetujuan isi perjanjian oleh DPR negara peserta masing-masing.
3.      Tahap ke tiga ratifikasi/pengesahan isi perjanjian oleh Pemerintah (Kepala Negara) masing-masing  peserta.
4.      Tahap ke empat Pelantikan/pengumuman yang bisasnya ditandai dengan tukar-menukar piagam perjanjian yang sudah disahkan.
2. Convention (konvensi)
Konvensi dapat disebut juga sebagai kebiasaan. Menurut J.H.P Bellefroid, hukum kebiasaan atau yang umum dinamakan “kebiasaan” saja adalah: “peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat karena mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum”.
Jadi dalam konteks hukum internasional, kebiasaan/konvensi dapat diartikan, peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh salah satu kelompok negara atau organisasi dunia, namun ditaati oleh negara-negara dunia karena mereka memiliki kepentingan yang sama dan yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum.
Untuk timbulnya hukum kebiasaan/konvensi itu diperlukan syarat-syarat tertentu yaitu:
a.       Harus ada perbuatan atau tindakan yang semacam dalam keadaan yang sama dan harus selalu diikuti oleh umum. Dalam hal ini tidak usah seluruh rakyat ikut menimbulkan kebiasaan itu, cukup hanya golongan-golongan yang berkepentingan saja, dan bahkan cukup yang berada dalam keadaan tertentu yang mengikuti suatu hubungan tertentu (misal: Kebiasaan dalam perdagangan dibentuk oleh para pedagang, dalam sewa-menyewa oleh penyewa dan orang yang menyewakan)
b.      Harus ada keyakinan hukum dari golongan orang-orang yang berkepentingan. Keyakinan hukum ini dalam bahasa latin disebut “opinio juris seu necessitatis”. Dan keyakinan hukum ini mempunyai dua arti:
1. Keyakinan hukum dalam arti materiil, artinya suatu keyakinan bahwa hukum, atau keyakinan bahwa suatu aturan itu memuat hukum yang baik. Jadi yang dilihat isinya, apakah isi suatu aturan itu baik atau tidak.
2. Keyakinan hukum dalam arti formil, artinya orang yakin bahwa aturan itu harus diikuti dengan taat dan dengan tidak mengingat akan nilai daripada isi aturan tadi.


3. Agreement (persetujuan)
Pengertian umum agreement (persetujuan) adalah, mencakup seluruh jenis perangkat internasional dan biasanya mempunyai kedudukan lebih rerndah dari traktat dan konvensi.Secara khusus mengatur materi-materi yang diatur dalam traktat, dimana persetujuan ini digunakan pada perjanjian yang mengatur materi kerjasama di bidang ekonomi, kebudayaan, dan iptek.
4.   Charter (piagam)
Istilah charter umumnya digunakan untuk perangkat internasional seperti dalam pembentukan suatu organisasi internasional. Penggunaan instilah ini berasal dari Magna Charta yang dibuat pada tahun 1215.Contoh umum yang paling dikenal dari perangkat internasional tersebut adalah piagam PBB tahun 1945.
5.   Protocol (protocol)
Ada dua macam protocol, yaitu:
a. Protocol of Signature
Yaitu protokol penandatanganan, merupakan perangkat tambahan suatu perjanjian internasional yang dibuat oleh pihak-pihak yang sama pada perjanjian, protokol tersebut berisikan hal-hal yang berkaitan dengan penafsiran pasal-pasal tertentu pada perjanjian dan hal-hal yang berkaitan dengan peraturan teknik pelaksanaan perjanjian.
b.Optional Protocol
Protokol tambahan, yaitu protokol yang memberikan hak tambahan hak dan kewajiban selain yang diatur dalam perjanjian internasional.Contoh protokol tambahan, konvensi internasional mengenai hak-hak sipil dan politik tahun 1966.

a.      Protocol based on a framework
Protokol ini merupakan perangkat yang mengatur kewajiban-kewajiban khusus dalam melaksanakan perjanjian induknya.Protokol untuk mengubah beberapa perjanjian internasional seperti Protocol of Amending the Agreement 1945, Conventions and Protocol on Natur in Drugs.Protokol yang merupakan perlengkapan perjanjian sebelumnya seperti Protocol of 1967 Relating to the Status of Refugees yang merupakan pelengkap dari Convention of relating to the Status Refugees.
6.   Declaration (deklarasi)
Adalah suatu perjanjian yang berisikan ketentuan-ketentuan umum dimana pihak-pihak pada deklarasi tersebut berjanji untuk melakukan kebijakan-kebijakan tertentu di masa yang akan datang.Contoh: Declaration of Human Rights 1947.

7.   Final Act
Adalah suatu dokumen yang berisikan ringkasan laporan sidang dari suatu konferensi atau pertemuan internasional yang juga menyebutkan konverensi-konverensi yang dihasilkan oleh konferensi tersebut dengan kadang-kadang disertai anjuran atau harapan yang sekiranya dianggap perlu.Contoh: Final Act General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1974.
8.   Agreed Minutes
Adalah suatu catatan mengenai hasil perundingan yang telah disepakati oleh pihak-pihak dalam perjanjian.
9.   Memorandum of Understanding
Adalah perjanjian yang mengatur peaksanaan teknik operasional suatu perjanjian induk.Jenis perjanjian ini dapat berlaku setelah penandatanganan tanpa melakukan pengesahan.
10.Arranement
Adalah suatu perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknis operasonal suatu perjanjian induk.Dan dapat dipakai untuk melaksanakan proyek-proyek jangka pendek yang bersifat teknis.Contoh: Arrangement Studi Kelayakan Proyek Tenaga Uap di Aceh yang ditandatangani tanggal 19-02-1976 antara Departemen Pertambangan RI dan President the Canadian International Development Agency.
11.Exchange of Notes
Adalah perjanjian internasional yang bersifat umum yang memiliki banyak persamaan dengan perjanjian hukum perdata, perjanjian ini dilakukan dengan mempertukarkan dua dokumen yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada masing-masing dokumen.
 12.Process Verbal
Istilah ini dipakai untuk mencatat pertukaran atau penyimpan piagam pengesahan atau untuk mencatat kesepakatan hal-hal yang bersifat teknis administratif atau perubahan-perubahan kecil dalam suatu persetujuan.
13.Modus Vivendi
Adalah suatu perjanjian yang bersifat sementara dengan maksud akan diganti dengan pengaturan yang tetap terperinci. Biasanya dengan cara tidak resmi dan tidak memerlukan pengesahan.

2. Perbandingan antara Perjanjian Internasional Tersebut.
Statuta : istilah ini digunakan oleh beberapa organisasi internasional sebagai aturan dasarnya seperti antara lain : Statuta Mahkamah Internasional, Badan Atom dan Energi Internasional, dan Statuta Pusat IPTEK Negara-negara Gerakan Non-Blok dan Negara Berkembang.   Kedua istilah perjanjian tersebut ?termasuk Charter (Piagam) jarang bahkan hampir tidak digunakan dalam praktek pembuatan perjanjian internasional di Indonesia.  Satu-satunya penggunaan nomenklatur Piagam dan/atau Statuta di Indonesia adalah Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional sebagai konsekuensi keanggotaan Pemerintah Indonesia kepada kedua lembaga Internasional tersebut.      
Traktat : biasa digunakan pada perjanjian-perjanjian, baik multilateral maupun bilateral yang cukup penting substansinya.  Pada perjanjian multilateral, Traktat selalu dikaitkan dengan pembentukan pakta pertahanan sebagaimana telah dijelaskan diatas; sedangkan pada perjanjian bilateral, penggunaan istilah Traktat besar sering dijumpai pada perjanjian-perjanjian yang cukup penting seperti diantaranya traktat kerjasama dibidang pembagian wilayah penambangan, ekstradisi serta perjanjian pertahanan dan keamanan. 
Konvensi: digunakan sebagai aturan dasar atau guidance dari organisasi-organisasi international di bawah PBB seperti WHO, FAO, UNEP, ICAO, ILO dan lain sebagainya. Konstitusi :  memuat ketentuan-ketentuan organik suatu organisasi internasional.  Nomenklatur ini lebih banyak digunakan pada organisasi internasional yang bergerak di bidang pos dan telekomunikasi seperti Konstitusi Perhimpunan Pos Sedunia (Universal Postal Union), Asia ? Pacific Postal Union, Asia ? Pacific Telecommunity, Asian Oceanic Postal dan Perhimpunan Telekomunikasi International (International Telecommunication Union).
Persetujuan : istilah yang paling lazim digunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam pembuatan perjanjian bilateral yang bersifat teknis, bahkan istilah ini ? mengingat beragamnya nomenklatur, dibakukan di dlaam Undang-undang nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional sebagai satu-satunya nomenklatur untuk perjanjian bilateral yang bersifat teknis.  Pembakuan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi delegasi Indonesia dalam penggunaan nomenklatur perjanjian bilateral, mengingat seringnya diajukan pertanyaan mengenai nomenklatur yang tepat, disamping sering digunakan nomenklatur perjanjian karena ?selera?.  Begitu pula kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan oleh negara-negara anggota ASEAN biasa menggunakan nomenklatur Agreement seperti Agreement on Common Effektive Preferential Tariff Scheme of the ASEAN Free Trade Area atau Agreement on ASEAN Energy Cooperation dan sebagainya.Memoranda Kesepakatan (MoU) atau Memorandum Saling Pengertian digunakan untuk perjanjian yang bersifat teknis sebagai pelaksanaan dari suatu Persetujuan Payung.  Dalam praktek, MoU sering dilakukan oleh instansi-instansi Pemerintah atau LSM lainnya tanpa didasarkan pada perjanjian payungnya.  Artinya MoU tersebut berdiri sendiri atau merupakan perjanjian dasar dari kerjasama atau kegiatan yang diperjanjikan.  Dalam hal ini suatu perjanjian MoU dibuat tanda mengacu kepada perjanjian payungnya, Pemerintah tidak bertanggung jawab atas akibat hukum yang ditimbulkan dari MoU tersebut. 
  Protokol : digunakan sebagai perubahan pasal tertentu dari suatu Konvensi atau Persetujuan.  Protokol ini dapat disamakan atau sejenis dengan Amandemen.  Contohnya Protokol-protokol yang dikeluarkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) yang beberapa diantaranya telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden.  Di lain pihak, Protokol digunakan juga sebagai pelengkap dari suatu Persetujuan Payung.  Misalnya, Protokol pada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.  Terdapat juga suatu perubahan terhadap perjanjian payung dengan menggunakan nomenklatur Protokol,  tetapi jika diperhatikan dari substansinya Protokol tersebut lebih merupakan Pengaturan Khusus (special/separate arrangement)  terhadap pasal tertentu dari perjanjian payung.  -          
Deklarasi : merupakan dokumen yang menunjukkan sikap masyarakat dunia terhadap masalah tertentu.  Deklarasi ini dapat dijadikan sebagai dasar hukum atau mendasari konstitusi negara-negara yang menerima Deklarasi tersebut walaupun tanpa melalui proses ratifikasi.  Contoh,  Deklarasi Universal tentang Hak Azasi manusia yang mendasari hampir seluruh konsitusi negara-negara didunia.  Dapat pula Deklarasi merupakan sikap politik luar negeri suatu negara terhadap masalah tertentu,  seperti misalnya Deklarasi Bogota yang menyatakan bahwa negara-negara ekuatorial menuntut kedaulatan atas ruang antariksa.    
Final Act : biasa digunakan sebagai berita acara dari suatu konferensi internasional (multilateral) yang menghasilkan konvensi.  Final Act  ini dalam beberapa perjanjian internasional yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia, tidak dianggap sebagai bagian dari Konvensi yang bersangkutan (tidak perlu diratifikasi).  
Term of Reference : peristilahan bagi perjanjian-perjanjian multilateral yang digunakan oleh beberapa badan di bawah PBB seperti di bidang Nikel, Tembaga dan Timah (secara berturut-turut diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 61, 62 dan 63 Tahun 1989). Pengaturan (Arrangement) : sejenis dengan MoU yang merupakan peraturan atau perjanjian pelaksana Persetujuan Payung.  Pengaturan ini bersifat teknis dan biasanya berlaku sejak penandatanganan.  Pihak dari Pengaturan biasanya instansi teknis tertentu.  Perjanjian semacam ini hanya mengikat para pihak yang menandatangani perjanjian.  Istilah Pengaturan ini jarang digunakan pada perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah atau instansi pemerintah.  Perbedaannya dengan MoU adlaah bahwa Pengaturan lebih merupakan pelaksanaan atau pengaturan lebih lanjut pasal tertentu dari suatu perjanjian payung.     
11
 
Pertukaran Nota (exchange note) : adalah dokumen perjanjian yang disampaikan oleh satu pihak ke pihak lainnya dalam Persetujuan yang memberitahukan bahwa perjanjian yang mereka adakan telah diratifikasi.  Praktek di Indonesia, dokumen semacam ini ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri, atau Menteri Koordinator Politik dan keamanan sebagai Menteri Luar Negeri ad interim jika Menteri Luar Negeri tidak dapat menandatanganinya. 
Persetujuan dan MoU adalah istilah yang paling lazim digunakan.  Nomenklatur perjanjian ini sering menimbulkan permasalahan dalam penggunaannya, begitu pula dalam pemilihan bentuk peratifikasiannya.  Sementara pihak menganggap bahwa perjanjian yang menggunakan istilah traktat (treaty) adalah lebih tinggi/penting daripada istilah lainnya, sehingga harus diratifikasi dalam bentuk Undang-undang.  Sebenarnya pemahaman tersebut tidak selalu benar.  Pemilihan istilah- khususnya pada Perjanjian bilateral lebih banyak diserahkan kepada ?selera atau kesepakatan? para pihak yang mengadakan perjanjian seperti Salt sebagaimana dijelaskan diatas.  Trend  yang berkembang, bentuk peratifikasian ditentukan oleh substansi dari perjanjian, bukan dari nomenklatur perjanjian.  

3. Pokok-pokok dalam suatu Perjanjian
1.      Hal-hal penting dalam proses perjanjian inetrnasional adalah
2.      Harus dinyatakan secara formil/resmi, dan
3.      Bermaksud membatasi, meniadakan, atau mengubah akibta hukum dari ketentaun-ketentuan dalam perjanjian tersebut.
Mengenai persyaratan dalam perjanjian Internasional terdapat dua teori yang cukup berkemabng, yaitu sebagai berikut:
1.      Teori Kebulatan Suara. Yang menyatakan bahwa  sah atau berlakunya suatu perjanjian internasional adalah ketika diterima oleh seluruh peserta dari perjanjian tersebut.
2.      Teori Pan Amerika. Yang mengatakan bahwa perjanjian itu mengikat yang mengajukan persyaratan dengan yang menerima persyaratan.



12
 
 
4. a. Tentang Reservasi
Reservasi adalah suatu tindakanUntuk memungkinkan perjanjian multilateral memperoleh peserta yang luas. Adanya kedaulatan yang dimiliki Negara Ide dasar Reservasi. Untuk memungkinkan perjanjian multilateral memperoleh peserta yang luas.Adanya kedaulatan yang dimiliki Negara. Perumusan Reservasi (pasal 19 Konvensi wina). Suatu Negara pada waktu melakukan penandatangan, ratifikasi, menerima, mengesahkan atau aksesi terhadap suatu perjanjian boleh mengajukan reservasi kecuali jika :Reservasi itu dilarang oleh perjanjian Perjanjian itu sendiri menyatakan bahwa hanya reservasi-reservasi tertentu yang tidak termasuk reservasi yang dipersoalkan, boleh diajukanDalam hal tidak termasuk di dalam sub paragraph (a) dan (b), maka reservasi itu bertentangan dengan tujuan dan maksud perjanjianPasal 20 Konvensi Wina 1969. reservasi yg diizinkan oleh perjanjian tidak memerlukan penerimaan oleh negara peserta lainnyaJika penerapan perjanjian secara keseluruhan sebagai syarat utama untuk terikat oleh perjanjian maka reservasi memerlukan penerimaan seluruh peserta perjanjianJika perjanjian merupakan instrumen konstitusi organisasi internasional maka reservasi memerlukan penerimaan dari organ kompeten organisasi tersebut. Reservasi dapat dilakukan dengan tidak memerlukan persetujuan negara peserta lainnya Perlu persetujuan dari, semua negara peserta organ yang kompeten dari organisasi internasional.

b. Klausula tentang Reservasi
Ada beberapa perumusan Reservasi antara lain:
Pasal 19 Konvensi Wina 1969
Suatu Negara pada waktu melakukan penandatangan, ratifikasi, menerima, mengesahkan atau aksesi terhadap suatu perjanjian boleh mengajukan reservasi kecuali jika :Reservasi itu dilarang oleh perjanjianPerjanjian itu sendiri menyatakan bahwa hanya reservasi-reservasi tertentu yang tidak termasuk reservasi yang dipersoalkan, boleh diajukan. Dalam hal tidak termasuk di dalam sub paragraph (a) dan (b), maka reservasi itu bertentangan dengan tujuan dan maksud perjanjian.
Pasal 20 Konvensi Wina 1969
Reservasi yg diizinkan oleh perjanjian tidak memerlukan penerimaan oleh negara peserta lainnya.Jika penerapan perjanjian secara keseluruhan sebagai syarat utama untuk terikat oleh perjanjian maka reservasi memerlukan penerimaan seluruh peserta perjanjian.Jika perjanjian merupakan instrumen konstitusi organisasi internasional maka reservasi memerlukan penerimaan dari organ kompeten organisasi tersebut.

c. Pola Prosedur Reservasi dan Tata cara Pengakhirannya.
Prosedur reservasi : pernyataan menerima reservasi, menolak reservasi harus diformulasikan dalam dalam bentuk tertulis dan disampaikan kepada negara peserta lain dan negara yang berhak menjadi peserta. Jika reservasi diformulasikan pada saat penandatangan maka harus diformalkan pd saat meratifikasi atau mengikutsertai perjanjian.Pembatalan reservasi, dan penolakan reservasi :
1.      Pembatalan/penarikan diri dari reservasi dapat setiap saat dilakukan dan tidak memerlukan penerimaan dari negara anggota atau organisasi.
2.      Pembatalan penolakan reservasi dapat dilakukan setiap sehatPembatalan reservasi dapat efektif setelah pemberitahuan tertulis di terima oleh peserta perjanjian lainnyaPembatalan penolakan reservasi dapat efektif setelah pemeberitahuan tertulis diterima oleh negara pengaju reservasi.
SUMBER REFERENSI:
Boer Mauna. 2011. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: Alumni
Masyur Efendi.1985. Perkembangan Hukum Diplomatik. Surabaya: Airlangga University Press.
Alghiffari Aqsa, 2012. Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran HAM dalam Perspektif Hukum Internasional Jakarta:  PT. Rajawali Press.  
Panangian Simanungkalit. Rumah untuk Rakyat. Cet. 2,  Gibbon Books dan PSPI, 2009.




Postingan Populer