Perjanjian Internasional dan Reservasi
Perjanjian Internasional dan Reservasi
Oleh:
Muh Ruslan
Afandy
(Mahasiswa
Fakultas Hukum UNHAS Makassar)
Perjanjian
Internasional merupakan salah satu instrumen berdirnya suatu hubungan antar negara.
Perjanjian internasional digunakan sebagai media atau alat untuk mengikatkan
diri sebagai negara berdaulat. Dalam perjanjian Internasional dikenal berbagai macam istilah untuk
menyebutkan sebuah perjanjian atau kesepakatan antar negara (Internasional) seperti
konvensi (convention), protokol (protocol) dan lain sebagainya yang memiliki
akibat hukum yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Berbagai bentuk perjanjian-perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral
yang digunakan oleh beberapa badan di bawah PBB seperti di bidang Nikel,
Tembaga dan Timah (secara berturut-turut diratifikasi dengan Keputusan Presiden
Nomor 61, 62 dan 63 Tahun 1989). Pengaturan (Arrangement) : sejenis dengan MoU
yang merupakan peraturan atau perjanjian pelaksana Persetujuan Payung.
Pengaturan ini bersifat teknis dan biasanya berlaku sejak
penandatanganan. Pihak dari Pengaturan biasanya instansi teknis
tertentu. Perjanjian semacam ini hanya mengikat para pihak yang
menandatangani perjanjian. Istilah Pengaturan ini jarang digunakan pada
perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah atau instansi
pemerintah. Perbedaannya dengan MoU adlaah bahwa Pengaturan lebih
merupakan pelaksanaan atau pengaturan lebih lanjut pasal tertentu dari suatu
perjanjian payung.
Jadi dalam
konteks hukum internasional, perjanjian internasional dapat diartikan,
peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh salah satu kelompok
negara atau organisasi dunia, namun ditaati oleh negara-negara dunia karena
mereka memiliki kepentingan yang sama dan yakin bahwa peraturan itu berlaku
sebagai hukum.
Reservasi adalah suatu tindakan untuk memungkinkan perjanjian
multilateral memperoleh peserta yang luas. Adanya kedaulatan yang dimiliki
Negara Ide dasar Reservasi. Untuk memungkinkan perjanjian
multilateral memperoleh peserta yang luas.Adanya kedaulatan yang dimiliki
Negara. Perumusan Reservasi (pasal 19 Konvensi wina). Suatu Negara
pada waktu melakukan penandatangan, ratifikasi, menerima, mengesahkan atau
aksesi terhadap suatu perjanjian boleh mengajukan reservasi kecuali jika : Reservasi itu dilarang oleh
perjanjian Perjanjian itu sendiri menyatakan bahwa hanya reservasi-reservasi
tertentu yang tidak termasuk reservasi yang dipersoalkan, boleh diajukan dalam hal tidak termasuk di dalam sub
paragraph (a) dan (b), maka reservasi itu bertentangan dengan tujuan dan maksud
perjanjian Pasal 20 Konvensi Wina 1969. Reservasi yg diizinkan oleh
perjanjian tidak memerlukan penerimaan oleh negara peserta lainnyaJika
penerapan perjanjian secara keseluruhan sebagai syarat utama untuk terikat oleh
perjanjian maka reservasi memerlukan penerimaan seluruh peserta perjanjianJika
perjanjian merupakan instrumen konstitusi organisasi internasional maka
reservasi memerlukan penerimaan dari organ kompeten organisasi tersebut.
Reservasi dapat dilakukan dengan tidak memerlukan persetujuan negara peserta
lainnya Perlu persetujuan dari, semua negara peserta organ yang kompeten dari
organisasi internasional.
1. Nomenklatur dan Jenis-Jenis Perjanjian Internasional
Dalam
Perjanjian Internasional dikenal berbagai macam istilah untuk menyebutkan
sebuah perjanjian atau kesepakatan antar negara (Internasional) seperti
konvensi (convention), protokol (protocol) dan lain sebagainya yang memiliki
akibat hukum yang berbeda antara satu dengan yang lain. Berikut akan dijelaskan
secara singkat beberapa istilah yang sering digunakan dalam perjanjian
internasional. Antara lain:
1. Treaties (Traktat)
Treaties
(traktat) adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang mencakup
seluruh instrumen yang dibuat oleh subyek hukum internasional dan memiliki
kekuatan hukum yang mengikat ,menurut hukum internasional. Suatu traktat untuk
dapat menjadi sumber hukum formil harus disetujui oleh DPR terlebih dahulu,
kemudian baru diratifikasi oleh Presiden, dan setelah itu baru berlaku mengikat
terhadap negara peserta dan warga negaranya. Atau dengan kata lain untuk
menjadi sumber hukum formil traktat harus melalui prosedur sebagai berikut:
1. Tahap pertama penetapan isi
perjanjian oleh para wakil negara peserta yang bersangkutan.
2. Tahap ke dua persetujuan isi
perjanjian oleh DPR negara peserta masing-masing.
3. Tahap ke tiga ratifikasi/pengesahan
isi perjanjian oleh Pemerintah (Kepala Negara) masing-masing peserta.
4. Tahap ke empat Pelantikan/pengumuman
yang bisasnya ditandai dengan tukar-menukar piagam perjanjian yang sudah
disahkan.
2. Convention (konvensi)
Konvensi
dapat disebut juga sebagai kebiasaan. Menurut J.H.P Bellefroid, hukum kebiasaan
atau yang umum dinamakan “kebiasaan” saja adalah: “peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah,
tetapi ditaati oleh seluruh rakyat karena mereka yakin bahwa peraturan itu
berlaku sebagai hukum”.
Jadi dalam
konteks hukum internasional, kebiasaan/konvensi dapat diartikan,
peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh salah satu kelompok
negara atau organisasi dunia, namun ditaati oleh negara-negara dunia karena
mereka memiliki kepentingan yang sama dan yakin bahwa peraturan itu berlaku
sebagai hukum.
Untuk
timbulnya hukum kebiasaan/konvensi itu diperlukan syarat-syarat tertentu yaitu:
a. Harus ada perbuatan atau tindakan
yang semacam dalam keadaan yang sama dan harus selalu diikuti oleh umum. Dalam
hal ini tidak usah seluruh rakyat ikut menimbulkan kebiasaan itu, cukup hanya
golongan-golongan yang berkepentingan saja, dan bahkan cukup yang berada dalam
keadaan tertentu yang mengikuti suatu hubungan tertentu (misal: Kebiasaan dalam
perdagangan dibentuk oleh para pedagang, dalam sewa-menyewa oleh penyewa dan
orang yang menyewakan)
b. Harus ada keyakinan hukum dari
golongan orang-orang yang berkepentingan. Keyakinan hukum ini dalam bahasa
latin disebut “opinio juris seu necessitatis”. Dan keyakinan hukum ini
mempunyai dua arti:
1.
Keyakinan hukum dalam arti materiil, artinya suatu keyakinan bahwa hukum, atau
keyakinan bahwa suatu aturan itu memuat hukum yang baik. Jadi yang dilihat
isinya, apakah isi suatu aturan itu baik atau tidak.
2.
Keyakinan hukum dalam arti formil, artinya orang yakin bahwa aturan itu harus
diikuti dengan taat dan dengan tidak mengingat akan nilai daripada isi aturan
tadi.
3. Agreement (persetujuan)
Pengertian
umum agreement (persetujuan) adalah, mencakup seluruh jenis perangkat
internasional dan biasanya mempunyai kedudukan lebih rerndah dari traktat dan
konvensi.Secara khusus mengatur materi-materi yang diatur dalam traktat, dimana
persetujuan ini digunakan pada perjanjian yang mengatur materi kerjasama di
bidang ekonomi, kebudayaan, dan iptek.
4.
Charter (piagam)
Istilah
charter umumnya digunakan untuk perangkat internasional seperti dalam
pembentukan suatu organisasi internasional. Penggunaan instilah ini berasal
dari Magna Charta yang dibuat pada tahun 1215.Contoh umum yang paling dikenal
dari perangkat internasional tersebut adalah piagam PBB tahun 1945.
5.
Protocol (protocol)
Ada dua macam protocol, yaitu:
a. Protocol of Signature
Yaitu
protokol penandatanganan, merupakan perangkat tambahan suatu perjanjian
internasional yang dibuat oleh pihak-pihak yang sama pada perjanjian, protokol
tersebut berisikan hal-hal yang berkaitan dengan penafsiran pasal-pasal
tertentu pada perjanjian dan hal-hal yang berkaitan dengan peraturan teknik
pelaksanaan perjanjian.
b.Optional Protocol
Protokol
tambahan, yaitu protokol yang memberikan hak tambahan hak dan kewajiban selain
yang diatur dalam perjanjian internasional.Contoh protokol tambahan, konvensi
internasional mengenai hak-hak sipil dan politik tahun 1966.
a.
Protocol based on a framework
Protokol
ini merupakan perangkat yang mengatur kewajiban-kewajiban khusus dalam
melaksanakan perjanjian induknya.Protokol untuk mengubah beberapa perjanjian
internasional seperti Protocol of Amending the Agreement 1945, Conventions and
Protocol on Natur in Drugs.Protokol yang merupakan perlengkapan perjanjian
sebelumnya seperti Protocol of 1967 Relating to the Status of Refugees yang
merupakan pelengkap dari Convention of relating to the Status Refugees.
6.
Declaration (deklarasi)
Adalah
suatu perjanjian yang berisikan ketentuan-ketentuan umum dimana pihak-pihak
pada deklarasi tersebut berjanji untuk melakukan kebijakan-kebijakan tertentu
di masa yang akan datang.Contoh: Declaration of Human Rights 1947.
7.
Final Act
Adalah
suatu dokumen yang berisikan ringkasan laporan sidang dari suatu konferensi
atau pertemuan internasional yang juga menyebutkan konverensi-konverensi yang
dihasilkan oleh konferensi tersebut dengan kadang-kadang disertai anjuran atau
harapan yang sekiranya dianggap perlu.Contoh: Final Act General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1974.
8.
Agreed Minutes
Adalah
suatu catatan mengenai hasil perundingan yang telah disepakati oleh pihak-pihak
dalam perjanjian.
9.
Memorandum of Understanding
Adalah
perjanjian yang mengatur peaksanaan teknik operasional suatu perjanjian
induk.Jenis perjanjian ini dapat berlaku setelah penandatanganan tanpa
melakukan pengesahan.
10.Arranement
Adalah
suatu perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknis operasonal suatu perjanjian
induk.Dan dapat dipakai untuk melaksanakan proyek-proyek jangka pendek yang
bersifat teknis.Contoh: Arrangement Studi Kelayakan Proyek Tenaga Uap di Aceh
yang ditandatangani tanggal 19-02-1976 antara Departemen Pertambangan RI dan
President the Canadian International Development Agency.
11.Exchange of Notes
Adalah perjanjian
internasional yang bersifat umum yang memiliki banyak persamaan dengan
perjanjian hukum perdata, perjanjian ini dilakukan dengan mempertukarkan dua
dokumen yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada masing-masing dokumen.
12.Process
Verbal
Istilah
ini dipakai untuk mencatat pertukaran atau penyimpan piagam pengesahan atau
untuk mencatat kesepakatan hal-hal yang bersifat teknis administratif atau
perubahan-perubahan kecil dalam suatu persetujuan.
13.Modus Vivendi
Adalah
suatu perjanjian yang bersifat sementara dengan maksud akan diganti dengan
pengaturan yang tetap terperinci. Biasanya dengan cara tidak resmi dan tidak
memerlukan pengesahan.
2. Perbandingan antara Perjanjian Internasional Tersebut.
Statuta : istilah ini digunakan oleh beberapa
organisasi internasional sebagai aturan dasarnya seperti antara lain :
Statuta Mahkamah Internasional, Badan Atom dan Energi Internasional, dan
Statuta Pusat IPTEK Negara-negara Gerakan Non-Blok dan Negara Berkembang.
Kedua istilah perjanjian tersebut ?termasuk Charter (Piagam) jarang
bahkan hampir tidak digunakan dalam praktek pembuatan perjanjian internasional
di Indonesia. Satu-satunya penggunaan nomenklatur Piagam dan/atau Statuta
di Indonesia adalah Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional sebagai
konsekuensi keanggotaan Pemerintah Indonesia kepada kedua lembaga Internasional
tersebut.
Traktat : biasa digunakan pada
perjanjian-perjanjian, baik multilateral maupun bilateral yang cukup penting
substansinya. Pada perjanjian multilateral, Traktat selalu dikaitkan
dengan pembentukan pakta pertahanan sebagaimana telah dijelaskan diatas;
sedangkan pada perjanjian bilateral, penggunaan istilah Traktat besar sering
dijumpai pada perjanjian-perjanjian yang cukup penting seperti diantaranya
traktat kerjasama dibidang pembagian wilayah penambangan, ekstradisi serta
perjanjian pertahanan dan keamanan.
Konvensi: digunakan sebagai aturan dasar atau
guidance dari organisasi-organisasi international di bawah PBB seperti WHO,
FAO, UNEP, ICAO, ILO dan lain sebagainya. Konstitusi : memuat
ketentuan-ketentuan organik suatu organisasi internasional. Nomenklatur
ini lebih banyak digunakan pada organisasi internasional yang bergerak di
bidang pos dan telekomunikasi seperti Konstitusi Perhimpunan Pos Sedunia
(Universal Postal Union), Asia ? Pacific Postal Union, Asia ? Pacific
Telecommunity, Asian Oceanic Postal dan Perhimpunan Telekomunikasi
International (International Telecommunication Union).
Persetujuan : istilah yang paling lazim digunakan
oleh Pemerintah Indonesia dalam pembuatan perjanjian bilateral yang bersifat
teknis, bahkan istilah ini ? mengingat beragamnya nomenklatur, dibakukan di
dlaam Undang-undang nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
sebagai satu-satunya nomenklatur untuk perjanjian bilateral yang bersifat
teknis. Pembakuan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi delegasi
Indonesia dalam penggunaan nomenklatur perjanjian bilateral, mengingat
seringnya diajukan pertanyaan mengenai nomenklatur yang tepat, disamping sering
digunakan nomenklatur perjanjian karena ?selera?. Begitu pula
kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan oleh negara-negara anggota ASEAN biasa
menggunakan nomenklatur Agreement seperti Agreement on Common Effektive
Preferential Tariff Scheme of the ASEAN Free Trade Area atau Agreement on ASEAN
Energy Cooperation dan sebagainya.Memoranda Kesepakatan (MoU) atau Memorandum
Saling Pengertian digunakan untuk perjanjian yang bersifat teknis sebagai
pelaksanaan dari suatu Persetujuan Payung. Dalam praktek, MoU sering
dilakukan oleh instansi-instansi Pemerintah atau LSM lainnya tanpa didasarkan
pada perjanjian payungnya. Artinya MoU tersebut berdiri sendiri atau
merupakan perjanjian dasar dari kerjasama atau kegiatan yang
diperjanjikan. Dalam hal ini suatu perjanjian MoU dibuat tanda mengacu
kepada perjanjian payungnya, Pemerintah tidak bertanggung jawab atas akibat
hukum yang ditimbulkan dari MoU tersebut.
Protokol : digunakan sebagai perubahan pasal
tertentu dari suatu Konvensi atau Persetujuan. Protokol ini dapat
disamakan atau sejenis dengan Amandemen. Contohnya Protokol-protokol yang
dikeluarkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) yang beberapa
diantaranya telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Keputusan
Presiden. Di lain pihak, Protokol digunakan juga sebagai pelengkap dari
suatu Persetujuan Payung. Misalnya, Protokol pada Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda. Terdapat juga suatu perubahan terhadap
perjanjian payung dengan menggunakan nomenklatur Protokol, tetapi jika
diperhatikan dari substansinya Protokol tersebut lebih merupakan Pengaturan
Khusus (special/separate arrangement) terhadap pasal tertentu dari
perjanjian payung.
-
Deklarasi : merupakan dokumen yang menunjukkan sikap
masyarakat dunia terhadap masalah tertentu. Deklarasi ini dapat dijadikan
sebagai dasar hukum atau mendasari konstitusi negara-negara yang menerima
Deklarasi tersebut walaupun tanpa melalui proses ratifikasi.
Contoh, Deklarasi Universal tentang Hak Azasi manusia yang mendasari
hampir seluruh konsitusi negara-negara didunia. Dapat pula Deklarasi
merupakan sikap politik luar negeri suatu negara terhadap masalah
tertentu, seperti misalnya Deklarasi Bogota yang menyatakan bahwa
negara-negara ekuatorial menuntut kedaulatan atas ruang
antariksa.
Final Act
: biasa digunakan sebagai berita acara dari suatu konferensi internasional
(multilateral) yang menghasilkan konvensi. Final Act ini dalam
beberapa perjanjian internasional yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia,
tidak dianggap sebagai bagian dari Konvensi yang bersangkutan (tidak perlu
diratifikasi).
Term of
Reference : peristilahan bagi
perjanjian-perjanjian multilateral yang digunakan oleh beberapa badan di bawah
PBB seperti di bidang Nikel, Tembaga dan Timah (secara berturut-turut
diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 61, 62 dan 63 Tahun 1989).
Pengaturan (Arrangement) : sejenis dengan MoU yang merupakan peraturan atau
perjanjian pelaksana Persetujuan Payung. Pengaturan ini bersifat teknis
dan biasanya berlaku sejak penandatanganan. Pihak dari Pengaturan
biasanya instansi teknis tertentu. Perjanjian semacam ini hanya mengikat
para pihak yang menandatangani perjanjian. Istilah Pengaturan ini jarang
digunakan pada perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah atau instansi
pemerintah. Perbedaannya dengan MoU adlaah bahwa Pengaturan lebih
merupakan pelaksanaan atau pengaturan lebih lanjut pasal tertentu dari suatu
perjanjian payung.
|
Persetujuan dan MoU adalah istilah yang paling lazim
digunakan. Nomenklatur perjanjian ini sering menimbulkan permasalahan
dalam penggunaannya, begitu pula dalam pemilihan bentuk
peratifikasiannya. Sementara pihak menganggap bahwa perjanjian yang
menggunakan istilah traktat (treaty)
adalah lebih tinggi/penting daripada istilah lainnya, sehingga harus
diratifikasi dalam bentuk Undang-undang. Sebenarnya pemahaman tersebut
tidak selalu benar. Pemilihan istilah- khususnya pada Perjanjian
bilateral lebih banyak diserahkan kepada ?selera atau kesepakatan? para pihak
yang mengadakan perjanjian seperti Salt
sebagaimana dijelaskan diatas. Trend
yang berkembang, bentuk peratifikasian ditentukan oleh substansi dari
perjanjian, bukan dari nomenklatur perjanjian.
3. Pokok-pokok
dalam suatu Perjanjian
1.
Hal-hal penting
dalam proses perjanjian inetrnasional adalah
2.
Harus dinyatakan
secara formil/resmi, dan
3.
Bermaksud
membatasi, meniadakan, atau mengubah akibta hukum dari ketentaun-ketentuan
dalam perjanjian tersebut.
Mengenai persyaratan dalam perjanjian Internasional
terdapat dua teori yang cukup berkemabng, yaitu sebagai berikut:
1.
Teori Kebulatan
Suara. Yang menyatakan bahwa sah atau
berlakunya suatu perjanjian internasional adalah ketika diterima oleh seluruh
peserta dari perjanjian tersebut.
2.
Teori Pan Amerika.
Yang mengatakan bahwa perjanjian itu mengikat yang mengajukan persyaratan
dengan yang menerima persyaratan.
|
4. a. Tentang Reservasi
Reservasi adalah suatu tindakanUntuk memungkinkan perjanjian
multilateral memperoleh peserta yang luas. Adanya kedaulatan yang dimiliki
Negara Ide dasar Reservasi. Untuk memungkinkan perjanjian
multilateral memperoleh peserta yang luas.Adanya kedaulatan yang dimiliki
Negara. Perumusan Reservasi (pasal 19 Konvensi wina). Suatu Negara
pada waktu melakukan penandatangan, ratifikasi, menerima, mengesahkan atau
aksesi terhadap suatu perjanjian boleh mengajukan reservasi kecuali jika
:Reservasi itu dilarang oleh perjanjian Perjanjian itu sendiri menyatakan bahwa
hanya reservasi-reservasi tertentu yang tidak termasuk reservasi yang
dipersoalkan, boleh diajukanDalam hal tidak termasuk di dalam sub paragraph (a)
dan (b), maka reservasi itu bertentangan dengan tujuan dan maksud
perjanjianPasal 20 Konvensi Wina 1969. reservasi yg diizinkan oleh perjanjian
tidak memerlukan penerimaan oleh negara peserta lainnyaJika penerapan perjanjian
secara keseluruhan sebagai syarat utama untuk terikat oleh perjanjian maka
reservasi memerlukan penerimaan seluruh peserta perjanjianJika perjanjian
merupakan instrumen konstitusi organisasi internasional maka reservasi
memerlukan penerimaan dari organ kompeten organisasi tersebut. Reservasi dapat
dilakukan dengan tidak memerlukan persetujuan negara peserta lainnya Perlu
persetujuan dari, semua negara peserta organ yang kompeten dari organisasi
internasional.
b. Klausula
tentang Reservasi
Ada beberapa perumusan Reservasi antara lain:
Pasal 19 Konvensi Wina 1969
Suatu Negara pada waktu
melakukan penandatangan, ratifikasi, menerima, mengesahkan atau aksesi terhadap
suatu perjanjian boleh mengajukan reservasi kecuali jika :Reservasi itu
dilarang oleh perjanjianPerjanjian itu sendiri menyatakan bahwa hanya
reservasi-reservasi tertentu yang tidak termasuk reservasi yang dipersoalkan,
boleh diajukan. Dalam hal tidak termasuk di dalam sub paragraph (a) dan (b),
maka reservasi itu bertentangan dengan tujuan dan maksud perjanjian.
Pasal 20 Konvensi Wina 1969
Reservasi yg diizinkan oleh perjanjian tidak
memerlukan penerimaan oleh negara peserta lainnya.Jika penerapan perjanjian
secara keseluruhan sebagai syarat utama untuk terikat oleh perjanjian maka
reservasi memerlukan penerimaan seluruh peserta perjanjian.Jika perjanjian
merupakan instrumen konstitusi organisasi internasional maka reservasi
memerlukan penerimaan dari organ kompeten organisasi tersebut.
c. Pola Prosedur Reservasi
dan Tata cara Pengakhirannya.
Prosedur reservasi : pernyataan menerima reservasi,
menolak reservasi harus diformulasikan dalam dalam bentuk tertulis dan
disampaikan kepada negara peserta lain dan negara yang berhak menjadi peserta.
Jika reservasi diformulasikan pada saat penandatangan maka harus diformalkan pd
saat meratifikasi atau mengikutsertai perjanjian.Pembatalan reservasi, dan
penolakan reservasi :
1. Pembatalan/penarikan
diri dari reservasi dapat setiap saat dilakukan dan tidak memerlukan penerimaan
dari negara anggota atau organisasi.
2. Pembatalan
penolakan reservasi dapat dilakukan setiap sehatPembatalan reservasi dapat
efektif setelah pemberitahuan tertulis di terima oleh peserta perjanjian
lainnyaPembatalan penolakan reservasi dapat efektif setelah pemeberitahuan tertulis
diterima oleh negara pengaju reservasi.
SUMBER
REFERENSI:
Boer Mauna. 2011. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global. Bandung: Alumni
Masyur Efendi.1985. Perkembangan Hukum Diplomatik. Surabaya: Airlangga University Press.
Alghiffari Aqsa, 2012. Penegakan Hukum terhadap
Pelanggaran HAM dalam Perspektif Hukum Internasional Jakarta: PT. Rajawali Press.
Panangian
Simanungkalit. Rumah untuk Rakyat. Cet. 2, Gibbon Books dan PSPI,
2009.