Green Constitution to Zero Waste : Konsep Penanganan Sampah berbasis Kebijakan Ramah Lingkungan


Green Constitution to Zero Waste : Konsep Penanganan Sampah berbasis Kebijakan Ramah Lingkungan

Oleh:
Muhammad Ruslan Afandi, S.H
(Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Nasional)

 Konstitusi secara tegas mengatur bahwa pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat dan bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Istilah “pembangunan berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan” merupakan suatu terjemahan bebas dari istilah “sustainable development” yang menggambarkan adanya saling ketergantungan antara pelestarian dan pembangunan (Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Merujuk pada ketentuan tersebut diatas, maka salah satu permasalahan dalam“pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (sustainable development) adalah penanganan sampah di Indonesia. Berdasarkan data di pereoleh bahwa sampah yang dihasilkan Indonesia secara keseluruhan mencapai 175.000 ton per hari atau 0,7 kilogram per orang. Sayangnya, pada 2014, data statistik sampah di Indonesia mencatat bahwa Indonesia menduduki negara penghasil sampah plastik kedua terbesar di dunia setelah Cina. di Indonesia akan terus meningkat jika penanganan sampah belum serius. Diprediksikan, pada 2019, produksi sampah di Indonesia akan menyentuh 67,1 juta ton sampah per tahun.
Berdasarkan data dan fakta-fakta tersebut, maka sudah menjadi kewajiban bagi Pemerintah dan juga masyarakat untuk kemudian melakukan upaya-upaya penanganan sampah di Indonesia. Salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan Green Constitution yaitu suatu konstitusi yang ramah dan berprespektif lingkungan hidup atau konstitusi yang didalamnya mengandung pengaturan dan perlindungan terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup. Hal ini sangat penting terutama terkait dengan kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan pengawasan, dan pengendalian sampah di Indonesia yang akan mendukung program Zero Waste.

Penerapan Green Constitution to Zero Waste

Green Constitution adalah sebuah istilah baru dalam bidang lingkungan hidup. Istilah Green Constitution muncul bukan sebagai sebuah istilah yang “latah” mengikuti isu-isu lingkungan, namun sebenarnya mempunyai makna dan arti sendiri. Dewasa ini memang banyak istilah yang dikaitkan dengan kata green (hijau, yang diidentikan dengan lingkungan hijau). Istilah seperti green economy, green paper, green market, green job, green festival, yang semuanya sebenarnya mempunyai maksud sama bagaimana menciptakan sesuatu itu ramah lingkungan dan berprespektif lingkungan.
Pada dasarnya Zero Waste adalah suatu konsep yang menjelaskan mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses produksi sampah. Konsep Zero Waste ini salah satunya dengan menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle). Oleh karena itu, penerapan Green Constitution to Zero Waste adalah pengewajantahan kebijakan pengolahan sampah yang menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle), dimana Green Constitution  adalah konsep kebijakan yang menggunakan pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah skala secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah sehingga dapat mengurangi atau bahkan  Zero Waste. Adapun implementasi dari Green Constitution to Zero Waste dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.        Mengkaji ulang atau merevisi  dan mensosialisasikan kebijakan penanganan sampah yang  terkait Zero Waste antara lain:
a.         Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
b.        Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenih Sampah Rumah Tangga.
c.         Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan.
d.        Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
e.         Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce,Reuse, dan Recycle melalui Bank Sampah.
f.         Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
g.        Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah.
h.        Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2009 tentang Sampah;
Selain itu agar pengeloan sampah harus dimonitoring Standar Nasional Indonesia – SNI

a. SNI 19-2454-2002 : Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan.
b. SNI 03-3241-1994: Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah.
c. SNI 03-3242-1994 : Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.
d. SNI 19-3964-1994: Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan Sampah                          
e. SNI 19-3983-1995: Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota Kecil dan Kota Sedang
f. SNI 3234-2008 : Pengelolaan Sampah Permukiman.

Mengapa hal tersebut diatas dilakukan karna kebijakan atau Peraturan Perundang-Undangan selama ini tidak dibarengi dengan suatu sosialisasi yang maksimal terhadap peraturan perundangan yang terkena dampak akibat peraturan yang baru tersebut. Sehingga masyarakat harus hati-hati dan bekerja ekstra keras dengan membaca dan memahami seluruh peraturan, untuk dapat mengetahui, peraturan mana yang masih relevan atau yang tidak relevan lagi. Seharusnya apabila kementerian terkait, ketika melaksanakan sosialisasi juga mampu menjelaskan, mana peraturan perundang yang terkena dampak dan peraturan mana yang relevan atau tidak relevan lagi. Bukan hanya mensosialisasikan apa yang sudah diatur atau menjelaskan pasal per/ pasal peraturan yang berlaku.
Selain itu kebijakan peru dikaji dan direvisi kembali karena beberapa Intansi pemerintah menerapkan aturan sesuai dengan kemauan institusinya sendiri/ suka-suka. Hal ini menegasikan bahwa, kebijakan tersebut bersifat sektoral karena masing-masing institusi pemerintah membentuk peraturan tentang pengelolaan sampah secara sendiri-sendiri. Hal ini bisa dilihat dari publikasi pengelolaan sampah dari Kementerian Lingkungan (saat ini KLHK), yang menggunakan dasar hukum hanya Peraturan menteri Lingkungan. Sementera Peraturan Menteri PU, dan kementerian dalam negeri seolah tidak berlaku di Kementerian Lingkungan.

1.        Menerapkan kebijakan Green Constitution dengan konsep extended producer responsibility atau EPR).
Lewat kebijakan yang diterbitkan 23 Oktober 2017 itu pemerintah menargetkan bisa mengurangi sampah sebesar 30% di tahun 2025 dan dapat menangani tumpukan sampah sebelum ada kebijakan ini sebesar 70% pada 2025. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyebut, sektor rumah tangga merupakan penyumbang sampah terbesar yakni sekitar 48%, disusul pasar tradisional sebesar 24%, dan jalan 7%. Oleh karena itu  Green Constitution pendekatan yang tepat menggantikan atau mengombinasikan penyelesaian di tempat pemrosesan akhir yang selama ini dijalankan adalah dengan mengimplementasikan pendekatan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), tanggung jawab produsen diperluas (extended producer responsibility atau EPR).
2.        Menerapkan kebijakan Green Constitution secara parsial yaitu untuk pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya perubahan yang mendasar dalam pengelolaan sampah yang selama ini dijalankan. Sesuai Pasal 19 UU tersebut, pengelolaan sampah dibagi dalam dua kegiatan pokok. Dua kegiatan pokok tersebut adalah pengurangan sampah dan penanganan sampah. Tiga aktivitas utama dalam kegiatan pengurangan sampah antara lain pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah.
Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penerapan  Green Constitution for Zero Waste merupakan suatu upaya-upaya penanganan sampah di Indonesia, berbasis konstitusi yang ramah dan berprespektif lingkungan hidup yang terkait dengan didalamnya mencakup kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan pengawasan, dan pengendalian sampah di Indonesia yang akan mendukung program Zero Waste di Indonesia.

Sumber Referensi
https://nasionalkompas.com/read.(Diakses Pada Tanggal 26 Desember 2018, Pukul 16.32 WIB)
https://www.goodnewsfromindonesia.id/(Diakses Pada Tanggal 26 Desember 2018, Pukul 09.12 WIB)


Postingan Populer