MISI KHUSUS (Special Mission )
MISI KHUSUS (Special
Mission )
Oleh:
Muh
Ruslan Afandy
(Mahasiswa
Fakultas Hukum UNHAS Makassar)
1)
Gambaran
Umum tentang Misi Khusus
Konvensi
Wina mengenai hubungan diplomatik (1961), dan hubungan konsuler (1963) telah
mengutamakan kodifikasi dari hukum kebiasaan internasional yang ada dapat
diselesaikan, maka komisi hukum internasional PBB menyadari bahwa hubungan
diplomatik bukan hanya terdiri dari masalah-masalah yang berkaitan dengan
pertukaran misi yang sifatnya permanen, tapi juga menyangkut pengiriman utusan
atau misi dengan tujuan terbatas yang dikenal sebagai diplomasi ad hoc.[1]
Komisi
hukum internasional kemudian meminta reporter khusus, Mr. Bartos untuk
mempelajari masalah ini.Setelah mendapatkan laporannya, pada tahun 1960, komisi
hukum internasional telah menyetujui satu rancangan tiga pasal mengenai “Misi
Khusus” yang harus dimasukkan dalam konvensi mengenai hubungan diplomatik.
Mr.
Bartos, sebagai reporter khusus yang ditunjuk oleh panitia hukum internasional
PBB, ditugaskan untuk mempersiapkan draft artikel mengenai masalah itu, yang
harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam konvensi Wina mengenai hubungan
diplomatik dengan memperhatikan bahwa misi khusus yang karena sifat tugasnya
haruslah dibedakan dengan misi diplomatik yang bersifat permanen.[2]
Beberapa
tahun setelah dibahas dalam Panitia Hukum Internasional dan dibicarakan secara
panjang lebar dalam Komite VI majelis Umum PBB, maka dirumuskan 50 pasal yang
kemudian pada 1967 disampaikan dalam sidang Majelis Umum yang ke-24. Majelis
Umum PBB pada 8 Desember 1969 telah menyetujui Resolusi 2530 (XXIV) yang
menyertakan teks konvensi mengenai misi khusus dan menyatakan terbuka untuk
penandatanganan, ratifikasi dan aksesi
Konvensi
mengenai misi khusus ini merupakan pelengkap Konvensi Wina 1961 dan 1963,
dimaksudkan agar dapat menjadi sumbangan bagi pengembangan hubungan baik semua
negara.Konvensi New York 1969 beserta protokol pilihannya mengenai kewajiban
untuk menyelesaikan pertikaian yang sudah berlaku sejak 21 Juni 1985 telah
diratifikasi oleh 23 negara.[3]
2) Penjelasan Spesifik Tentang Misi Khusus ( Special
Mission)
Misi
khusus dalam hukum initernasional ini didasarkan pada atau memiliki pijakan
hukum pada Konvensi New York 1969 yang secara khusus membahas mengenai special
mission atau misi khusus.Mengenai kekebalan dari Misi Khusus (Special Missions)
pengaturannya dikenal dengan The
Convention on Special Missions 1969. Dalam banyak hal negara-negara akan atau
dapat mengirim dan mengutus misi khusus atau misi ad hoc ke negara-negara
tertentu untuk membicarakan suatu isu yang telah ditentukan di samping
mempercayakannya kepada staff perwakilan diplomatik dan konsuler yang sifatnya
permanen. Dalam keadaan demikian utusan khusus (special missions) entah
semata-mata bersifat teknis atau secara politis penting dapat mengandalkan
adanya kekebalan-kekebalan tertentu yang pada dasarnya berasal (derived from)
dari Konvensi-Konvensi Wina dengan cara menggunakan analogi disertai modifikasi
seperlunya. Berdasarkan ketentuan pasal 8 dari the Convention on Special
Missions 1969, negara pengirim harus membiarkan negara penerima (the host
state) mengetahui besarnya (size) serta komposisi dari misi tersebut, sementara
menurut pasal 17 misi tadi harus hadir di suatu tempat yang disetujui oleh
negara-negara yang bersangkutan atau di Kementerian Luar Negeri dari negara
penerima[4].
Berdasarkan
ketentuan pasal 31 para anggota dari special missions tidak memiliki imunitas
menyangkut klaim yang timbul dari suatu kecelakaan akibat suatu kendaraan yang
digunakan di luar tugas resmi dari orang yang bersangkutan dan berdasarkan
ketentuan pasal 27 maka kebebasan bergerak dan bepergian yang diperkenankan hanyalah
kebebasan bergerak dan bepergian yang diperlukan untuk menjalankan
fungsi-fungsi dari misi khusus.
Adapun
pengertian misi khusus yang terdapat dalam konvensi Tahun 1969 tersebut adalah
“Misi Khusus (special mission) ialah suatu misi yang bersifat sementara,
mewakili negara, yang dikirim oleh suatu negara ke negara lain atas persetujuan
negara terakhir untuk tujuan menyelesaikan persoalan khusus.”Selain istilah
misi khusus, terdapat istilah lain lagi dalam konvensi ini, yaitu :[5]
1. Misi
Diplomatik Permanen (Permanent diplomatic mission) ialah suatu misi diplomatik
dalam artian seperti yang tercantum pada konvensi Wina mengenai hubungan
diplomatik.
2. Pos
Konsuler (consular post) adalah suatu konsulat jenderal, konsulat, wakil
konsulat atau perwakilan konsulat.
3. Kepala
Misi Khusus (head of a special mission) adalah orang yang diberi kekuasaan oleh
negara pengirim melakukan tugas untuk bertindak dalam kapasitas itu.
4. Seorang
wakil negara pengirim (representative of the sending state in the special
mission) dalam misi khusus, adalah setiap orang, yang oleh negara pengirim
diberi tugas untuk bertindak dalam kapasitas itu.
5. Anggota-anggota
misi khusus (member of a special mission) ialah kepala misi khusus, wakil-wakil
negara pengirim di dalam misi khusus, dan anggota-anggota staf misi khusus.
6. Anggota-anggota
staaf misi khusus (member of the staff of the mission) adalah anggota-anggota
staf diplomatik, staf administrasi dan teknik dan staf pelayanan khusus.
7. Anggota-anggota
staf diplomatik (members of the diplomatic staff)adalah anggota-anggota staf
misi khusus yang mempunyai status diplomatik untuk keperluan misi khusus.
8. Anggota-anggota
taf administrasi dan teknik (members of the administrative and technical staff)
adalah anggota-anggota staf misi khusus yang dipekerjakan dalam pelayanan
administrasi dan teknik misi khusus.
9. Anggota-anggota
staf pelayanan (members of the service staff) ialah anggota-anggota staf misi
khusus, yang dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga atau tugas-tugas serupa.
10. Staf
pribadi (private staff) adalah orang-orang yang dipekerjakan khusus dalam
pelayanan pribadi anggota-anggota misi khusus.
Tugas-tugas
misi khusus dimulai saat misi mengadakan hubungan resmi dengan menteri luar
negeri atau dengan instansi lain negara penerima sebagaimana telah disetujui.
Permulaan tugas misi khusus tidak tergantung pada presentasi misi oleh misi
diplomatik permanen negara pengirim atau pada penyerahan surat-surat
kepercayaan atau kekuasaan penuh.Misi khusus secara jelas mempunyai tugas dan
fungsi, yaitu sebagai berikut :[6]
1. Tugas
misi khusus ini, sudah ditegaskan dalam pasal 2 konvensi, bahwa tugas misi
khusus ditentukan oleh persetujuan bersama antara negara pengirim dan negara
penerima.
2. Kepala
misi khusus, atau, kalau negara pengirim tidak mengangkat seorang kepala,
seorang wakil negara pengirim, yang oleh negara itu ditunjuk berhak bertindak
atas nama misi khusus dan untuk menyampaikan komunikasi kepada negara penerima.
Negara penerima menyampaikan komunikasi yang menyangkut misi khusus kepada
kepala misi khusus, atau kalau tidak ada, kepala utusan yang disebut diatas,
baik secara langsung maupun lewat misi diplomatik permanen.
3. Akan
tetapi, seorang misi khusus dapat diberi kuasa oleh negara pengirim, oleh
kepala misi khusus, atau wakil yang disebut di atas, baik mengganti kepala misi
atau wakil diatas atau melakukan tindakan tertentu atas nama misi (pasal 14).
Keistimewaan
dari misi khusus adalah terdapat dalam
pasal 21 Status of the head of state and
persons of high rank, konvensi menentukan:[7]
1. Kepala
negara pengirim, jika memimpin misi khusus di negara penerima atau di negara
ketiga menikmati hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik yang diberikan
menurut hukum internasional kepada kepala-kepala negara yang sedang berkunjung.
2. Kepala
pemerintahan, menteri luar negeri dan lain-lain orang yang berpangkat tinggi,
jika ikut serta dalam misi khusus negara pengirim, di negara penerima atau
negara ketiga, sebagai tambahan pada apa yang diberikan oleh konvensi ini,
fasilitas, hak-hak dan kekebalan yang ditentukan oleh hukum internasional.
3. Negara
penerima memberikan kepada misi khusus fasilitas-fasilitas yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan memperhatikan sifat serta tugas misi
(pasal 22).
4. Negara
penerima membantu misi khusus, jika diminta dalam pengadaan gedung misi dan
mendapatkan akomodasi yang diperlukan untuk anggota-anggotanya (pasal 23).
Kemudian
dalam pasal 24 konvensi mengenai Extemption
of the premises of the special mission from taxation,menetapkan:
1. Sampai
batas-batas yang sesuai dengan sifat dan waku tugas-tugas yang dilaksanakan
oleh misi khusus dibebaskan dari pungutan dan pajak nasional, regional dan kota
praja, sehubungan dengan gedung yang ditempati misi, selain
pembayaran-pembayaran untuk pelayanan-pelayanan yang diberikan.
2. Pembebasan
pajak yang disebut dalam pasal ini tidak berlaku bagi pungutan dan pajak-pajak
yang harus dibayar menurut Undang-undang negara penerima oleh orang-orang yang
mengadakan kontrak dengan negara pengirim atau dengan anggota misi khusus.
Cara-cara
pengiriman misi khusus adalah sebagai berikut :
1. Suatu
negara dapat mengirim misi khusus ke negara lain dengan persetujuan negara
terakhir, yang didapatkan sebelumnya melalui saluran diplomatik atau
persetujuan bersama (pasal 2).
2. Bisa
juga dilakukan, suatu negara yang hendak mengirim satu misi khusus kepada dua
negara atau lebih memberi tahu negara penerima masing-masing pada waktu minta
persetujuan (pasal 4).
3. Dua
negara atau lebih yang hendak mengirim suatu misi khusus bersama kepada negara
lain akan memberi tahu negara pengirim, pada waktu meminta persetujuan negara
itu (pasal 5).
4. Dua
negara atau lebih dapat pada waktu yang bersamaan mengirim suatu misi khusus
kepada negara lain dengan persetujuan yang diperolehnya dari negara itu sesuai
dengan pasal 2, untuk merundingkan bersama-sama, persoalan yang menyangkut
kepentingan bersama, dengan persetujuan semua negara ini (pasal 6).
Tugas
misi khusus berakhir antara lain berdasarkan pada (Pasal 20):
1. Persetujuan
negara-negara yang bersangkutan
2. Penyelesaian
tugas misi khusus
3. Berakhirnya
waktu yang dijadwalkan untuk misi khusus, kecuali bila ada perpanjangan waktu
4. Pemberitahuan
negara pengirim bahwa misi khusus diakhiri atau dipanggil kembali
5. Pemberitahuan
dari negara penerima, bahwa ia menganggap bahwa misi khusus telah berakhir
Selain
itu dengan pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler antara negara pengirim
dan negara penerima tidak akan menyebabkan berakhirnya misi khusus yang sedang
bertugas saat pemutusan hubungan.Fungsi Misi Khusus baru berakhir bila
tugas-tugas misi khusus berakhir, negara penerima harus menghormati dan
melindungi misi khusus selama diperlukan untuk keperluan itu.Hak milik dan
arsip di dalam batas waktu yang pantas. Selain itu juga jika Dalam keadaan
tidak ada atau putusnya hubungan diplomatik atau konsuler antara kedua negara
pengirim dan negara penerima dan jika tugas-tugas misi khusus berakhir, negara
pengirim dapat, meskipun dalam keadaan konflik bersenjata, menyerahkan
kekuasaan terhadap hal milik dan arsip misi khusus kepada negara ketiga yang
dapat disetujui negara penerima (pasal 46).
Sumber Referensi:
Boer
Mauna. 2011. Hukum Internasional,
Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: Alumni
Masyur
Efendi.1985. Perkembangan Hukum
Diplomatik. Surabaya: Airlangga University Press
Arlina
Permanasari dkk. 1998. Pengantar Hukum
Diplomatik. Jakarta: Committee Of Red Cross
[1]Boer
Mauna. 2011. Hukum Internasional,
Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung:
Alumni.hal. 344.
[3]
Masyur Efendi.1985. Perkembangan Hukum
Diplomatik. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 121.
[6]Arlina
Permanasari dkk. 1998. Pengantar Hukum Diplomatik.
Jakarta: Committee Of Red Cross. Hal. 87.
[7]Ibid.,
hal 88.